Knowledge to Improve Your Live

Halaman

Minggu, 30 Desember 2012

MUI mengimbau agar umat Islam tak menggelar pesta berlebihan di malam tahun baru


Jakarta - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengimbau agar umat Islam tak menggelar pesta berlebihan di malam tahun baru. Yang dimaksud pesta di sini yakni melakukan hal yang dilarang dan diharamkan agama. 

"Ya supaya pesta jangan berlebihan, jangan melakukan hal yang dilarang agama dengan melakukan kemaksiatan, meminum minuman keras, berkelahi, dan sebagainya," kata Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Maruf Amin saat berbincang, Senin (31/12/2012).

Maruf juga mengimbau agar masyarakat tidak melakukan hal yang menimbulkan permusuhan dan melakukan tindakan yang menodai malam pergantian tahun.

"Dengan melakukan tindakan yang tidak terpuji. Lebih baik malam tahun baru dengan itikaf atau berzikir di masjid," terang Maruf yang akan bermalam tahun baru bersama keluarga dengan acara keagamaan ini.

Dia juga menyampaikan ke pemerintah pusat dan daerah agar jangan sampai dana masyarakat dihambur-hamburkan percuma dalam menyambut tahun baru. Boleh bergembira tapi jangan berlebihan.

"Jangan menghabiskan dana dengan percuma. Jangan dibuang begitu saja untuk memuaskan pesta tahun baru," urainya.

(ndr/trq)


Sumber

Jumat, 07 Desember 2012

RI Tak Mau Gagal Seperti Rusia, Argentina, Brazil & Zimbabwe redenominasi Rp 1.000 Jadi Rp 1

Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) optimistis rencana redenominasi atau mengubah Rp 1.000 jadi Rp 1 dapat berhasil dengan sukses. Praktik semacam ini banyak dilakukan oleh negara lain, dan berhasil namun ada juga negara yang gagal.

Dirjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan Agus Suprijanto menyatakan rencana redenominasi kali ini telah dikaji sangat matang dengan memerhatikan kesuksesan dari negara lain yang telah menerapkan kebijakan tersebut.

"Tahun 1965, pemerintah memandang kurang begitu berhasil, pemerintah belajar dari pengalaman yang berhasil melakukan redenominasi dan berhasil seperti Turki, Rumania, Polandia, dan Ukraina," ujar Agus di kantornya, Jalan Wahidin Raya, Jakarta, Jumat (7/12/2012).

Menurut Agus, Turki melakukan redenominasi sebagai prasyarat masuknya negara tersebut ke dalam Uni Eropa. Negara ini dianggap berhasil melakukan redenominasi karena melakukan sosialisasi yang cukup panjang.

"Yang penting itu sosialisasi dan edukasi, itu yang mereka lakukan, sekitar 4-5 tahun, tidak bisa cepat-cepat," jelasnya.

Selain itu, lanjut Agus, pihaknya juga belajar dari negara-negara yang gagal menjalankan redenominasi. Hal ini untuk antisipasi agar tidak mengalami nasib yang sama dengan negara tersebut.

"Tapi tidak hanya itu, pemerintah belajar dari negara-negara yang gagal supaya antisipasi. Negara yang gagal itu seperti Rusia, Argentina, Brazil, Zimbabwe," sebutnya.

Menurut Agus, masalah negara-negara yang gagal tersebut akibat kesalahan momentum. Negara-negara itu menerapkan redenominasi ketika sedang hiper inflasi.

"Nah, makanya sejak tahun 2005 kita melihat ekonomi kita stabil, inflasi juga rendah, makanya direncanakan lagi untuk melakukan redenominasi ini," pungkasnya.


Sumber

hah!!! Rp 1.000 Jadi Rp 1 ?

Jakarta - Kementerian Keuangan menyatakan ada kekhawatiran masyarakat terkait rencana redenominasi atau penyederhanaan mata uang rupiah yang akan dilakukan. Masyarakat khawatir terjadinya inflasi berlebih. Namun Kemenkeu sudah menyiapkan siasat. Dirjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan Agus Suprijanto mengatakan, kebijakan redenominasi rupiah yang rencananya bakal dilakukan mulai 2014 bukanlah kebijakan sanering yang pernah dilakukan saat pemerintahan Presiden Soekarno. "Redenominasi merupakan penyederhanaan cara penulisan dengan menghilangkan 3 digit, jutaan jadi ribuan tanpa mengurangi daya beli harga terhadap nilai rupiah untuk barang atau jasa. Harga mengikuti. Beda dengan sanering, nilai uang dipotong tidak diikuti harga barang sehingga daya beli turun," jelas Agus saat ditemui di kantornya, Jalan Wahidin Raya, Jakarta, Jumat (7/12/2012). Agus menyatakan, langkah antisipasi yang disiapkan untuk mencegah inflasi tinggi saat redenominasi sudah disiapkan. Pertama, mengedarkan uang redenominasi dan uang lama secara bersamaan. Kemudian ada kewajiban pedagang mencantumkan dua label harga berbeda di pasar, harga lama dan harga dengan nilai redenominasi. "Jadi pada masa transisi sekitar tahun 2014 sampai 2018, kita menggunakan dua denominasi (mata uang) yang berbeda, dan di pasar itu harus mencantumkan dua label harga (dual price tag). Lalu tahun 2019 sampai 2022, kita akan menggunakan mata uang baru yang telah diganti denominasinya. Jadi prosesnya sangat panjang, bisa 8 tahun, bahkan 11 tahun dari masa persiapan," jelasnya. Agus menambahkan, bagi toko-toko yang tidak menyediakan dua label harga (dual price tag) maka akan dikenakan sanksi. Namun, sanksi tersebut akan ditentukan dalam pembahasan dengan DPR nanti. "Ini untuk masyarakat supaya tertib supaya tidak buat kepanikan," cetus Agus.