Knowledge to Improve Your Live

Halaman

Sabtu, 04 Agustus 2012

Pemain Sepak Bola Eropa Yang Tetap Berpuasa di Bulan Ramadhan


Bagi pemain Muslim, tetap berpuasa dan tampil dalam level tinggi merupakan sebuah tantangan.

Kunci kesuksesan klub-klub besar Eropa dalam meraih trofi dan mempertahankan performa para pemainnya di level tinggi adalah mampu menjaga aspek kebugaran pemain. Tim medis klub tidak segan-segan memantau perkembangan pemainnya secara harian hingga mingguan dengan memberikan rencana latihan ketat.

Memasuki bulan Ramadhan, biasanya ada pemandangan berbeda di Liga Primer Inggris dan La Liga Spanyol. Beberapa klub tampak melakukan kontrol lebih ketat kepada para pemain Muslim yang sedang beribadah puasa. Seiring meningkatnya jumlah Muslim di kedua liga teratas Eropa itu, para pemain yang menunaikan puasa akan mengubah kebiasaan makannya. Tentu saja, hal itu berpengaruh terhadap performa mereka di lapangan.

Budaya Barat yang tidak mau mencampuradukkan persoalan agama dan sepak bola biasanya tidak terlalu menoleransi pemainnya untuk melakukan puasa penuh.
Bukan karena mereka tidak menghormati agama Islam yang dianut pemainnya, melainkan tidak ingin performa klub ikut terganggu. Namun, striker Sevilla Frederic Kanoute yang dikenal ketat dalam menjalankan ritual agama tidak mau berkompromi dengan aturan klub. Mantan pemain Tottenham Hotspur dan West Ham United itu berusaha semaksimal mungkin menjalankan ibadah puasa Ramadhan secara penuh.

“Staf dan pelatih sangat ingin tahu. Mereka bertanya-tanya mengapa saya tidak makan dan menanyakan semua pertanyaan ini. Tapi, Anda harus menjawabnya dan bicara tentang itu,“ ujar Kanoute kepada the Independent, belum lama ini.

Bulan Ramadhan membawa arti berbeda bagi beberapa pemain Muslim top di Liga Primer Inggris.
Mereka biasanya lebih khusyuk dan memulai pertandingan dengan membaca doa sembari mengangkat kedua tangan ke atas. Ritual itu biasanya dilakukan oleh dua bersaudara Kolo dan Yaya Toure, Samir Nasri, Younes Kaboul, dan Nicolas Anelka yang sekarang bermain di Liga Super Cina. Menurut mereka, tetap berpuasa dan bermain dalam level tinggi merupakan sebuah tantangan yang coba dilakukan.

Lain cerita dengan striker Real Madrid Karim Benzema. Dedikasi pemain Les Bleus itu bagi timnya tidak bisa dinafikan. Hal itu merujuk pada keputusan Benzema saat kompetisi memasuki bulan Ramadhan, tahun lalu. Meski harus menjadi starter dan menjalani latihan berat, ujung tombak Les Bleus itu tetap menjalankan puasa. Kengototannya untuk menunaikan ajaran Islam itu menimbulkan kekhawatiran bagi tim medis Los Merengues.

Tak heran tim dokter Madrid ketika itu terus memantau perkembangan fisiknya. Bersama Mesut Oezil, Sami Khedira, Hamit Altintop, Nuri Sahrin, dan Lassana Diarra, Benzema diawasi secara ketat dengan penambahan asupan nutrisi khusus. Tujuannya agar performanya tidak drop, namun ibadah puasa tetap jalan.

Ramadhan bagi Sulley Muntary merupakan ibadah yang tidak boleh ditinggalkan meski harus bermain di tengah ketatnya jadwal Seri A Liga Italia. Pada musim 2009, pelatih Inter Milan saat itu, Jose Mourinho, tersandung persoalan gara-gara mempersoalkan bulan Ramadhan.

Mourinho mengeluhkan performa Sulley Muntary yang loyo hingga berdampak pada Inter yang ditahan 1-1 oleh Bari. Pelatih asal Portugal yang kini mengarsiteki Real Madrid itu mengatakan, “Ramadhan tiba pada saat yang tidak ideal bagi pemain yang harus bermain di tengah kompetisi.“

Komentar Mourinho mengundang kecaman, khususnya dari Dewan Muslim Italia, sehingga ia kemudian mengklarifikasi pernyataannya. “Keputusan Muntari tak boleh dikritik karena merupakan masalah iman dan agama. Itu berarti saya menerimanya, saya tak pernah mengatakan Muntari harus melupakan agamanya dan praktik ritual


Sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar